Selasa, 26 April 2011

Bangsa Yang Jamak

Oleh: Aulia Shofan Hidayat*)
Konflik di antara kita, dengan alasan apapun sepertinya belum akan terhenti. Konflik itu, mungkin bersumber pada politik, yang mungkin saja di dasari oleh adanya kepentingan pribadi maupun kepentingan kelompok. Mengapa bisa seperti itu dan apa penyebabnya?
Seperti kita semua ketahui, bahwa bangsa Indonesia ini, dikenal sebagai bangsa yang “jamak”. Dan ternyata “jamak” dalam hal apa saja. Dari sekedar etnis, agama, budaya sampai dengan jamak dalam hal politik. Perlukah kita se “jamak” itu? Mungkin jamak dari aspek etnis, budaya, agama, memang tidak bisa dihindarkan. tetapi seharusnya itulah nikmat yang harus kita syukuri. dan sebenarnya apa bila semua itu bisa di kelola dengan baik, maka itu akan menjadi potensi yang luar biasa bagi negeri ini. Lalu bagaimana “jamak” dari segi politik? Inilah yang mungkin seharusnya perlu kita pertanyakan. Apakah kita perlu begitu jamak dari segi politik?
Mungkin kita setuju bahwa dalam politik, kita seharusnya tidak perlu se “jamak” seperti sekarang ini. Kita seharusnya tidak perlu jumlah partai yang demikian banyak. Kita juga tidak perlu dengan partai islam yang demikian banyak. Mengapa demikian? Selain tidak efektif dan tidak juga efisien, hal tersebut  juga merupakan salah satu sumber konflik yang tiada henti dan berbahaya untuk bangsa ini. Karena, konflik politik akan selalu ada di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Bukankah kita semua sudah sepakat dengan Pancasila? Bukankah kita semua sudah sepakat dengan “Bhineka Tunggal Ika”? seandainya saja kita benar-benar sudah sepakat dengan dasar-dasar Negara kita, yang menjadi falsafah hidup kita bersama, mengapa kita menjadi begitu “jamak” dalam aspek politik? sepertinya, justru para pemimpin-pemimpin kitalah yang membuat kita menjadi begitu “jamak” dari segi politik.
Ada sebagian banyak dari kita yang tidak puas dengan keberadaan partai yang sudah terlebih dahulu ada. Ketidak puasan inilah yang ternyata menyebabkan beberapa kalangan untuk mendirikan sebuah partai baru, selain hal tersebut masih banyak hal-hal yang lain yang menjadi indikasi terbentuknya partai-partai baru di negeri ini.
Ada beberapa hal yang mengakibatkan terbentuknya partai-partai baru di Indonesia ini, yaitu mentalitas yang kurang baik dari mereka-mereka yang merasa dirinya paling benar, paling hebat, paling berkuasa, dan paling suci sehingga bisa mendirikan partai baru. Kemudian hanya menjadikan partai sebagai sebuah tujuan atau kepentingan-kepentingan perseorangan maupun kepentingan-kepentingan sebuah kelompok saja, bukan digunakan sebagai sarana untuk tujuan bersama, contohnya (menginginkan jabatan yang lebih, menjadi penguasa, atau mungkin materil yang lebih, seperti yang kita ketahui bahwa dunia politik adalah dunia uang). Hal tersebut merupakan niatan yang sangat salah untuk mendirikan sebuah partai politik.
Banyak partai-partai yang berbasis islam tumbuh di negeri ini. Mengapa demikian? Karena ada ketidak puasan dengan partai islam yang telah ada terlebih dahulu. Banyak partai-partai yang berbasis nasionalisme. Mengapa? Karena banyak yang tidak puas dengan partai-partai yang sudah ada terlebih dahulu. Dan seandainya, apabila kalangan yang tidak puas tersebut adalah mereka yang berasal dari kalangan internal sebuah partai politik, maka partai itu akan pecah.
Jumlah partai politik di negeri menjadi banyak. Apakah baik keadaan seperti itu? Mungkin para pemimpin-pemimpin kita yang terlibat di dalam politik berpikir, bahwa itulah yang di namakan demokrasi, tidak salah ketika orang mendirikan sebuah partai, memisahkan diri dari suatu partai ataupun memecah suatu partai politik. Mungkin itulah pendapat mereka.
Maka dari itu, apakah “jamak” dari aspek politik itu baik? jawabnya, tidak baik. Sesungguhnya bangsa ini tidak perlu begitu “jamak” dari aspek politik. Tidak perlu dengan jumlah partai politik yang begitu banyak. Haruskah di kurangi? Jawabnya tegas “YA”. Dan semua itu akan terwujud jika kita semua sudah benar-benar memegang teguh “PANCASILA” sebagai falsafah hidup kita. Apakah mungkin? Kita tunggu jawabannya.(*)
(*) Mahasiswa FISIP UNTIRTA 2009
Jurusan Ilmu Komunikasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar